Kepada Warga Samarinda Ulu -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Kepada Warga Samarinda Ulu

Rusdi Al Irsyad
Kamis, 24 Agustus 2023

 

Kampung Jawa, Angkringan Mbok War, hingga Pusat Karantina Covid-19 di Bapelkes Kaltim, adalah sederet hal yang mudah sekali kita kenali jadi ancer-ancer wilayah Samarinda Ulu. Buat kalangan milenial dan Gen-Z, Juanda Avenue, dan sepanjang Jalan Juanda barangkali jadi tempat paling diingat, ketika berbicara Samarinda Ulu. 


Bagiku, Samarinda Ulu punya posisi penting dalam sejarah hidup. Sekira 11 tahun lalu, aku memulai semua yang aku nikmati (rasakan) hari ini, dari sebuah tempat di kawasan Samarinda Ulu. Itu adalah bulan Juni atau Juli tahun 2012. Selepas mendapat stempel lulus dari sekolah menengah atas di salah satu sekolah di Kutai Kartanegara, aku mantap, pengin mengadu nasib ke Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur ini. 


Seorang menawari pekerjaan di sebuah penerbitan majalah lokal. Jadi wartawan atau penulis adalah impian ku sedari SMP. Maka kesempatan datang ke rumah dua lantai di kawasan Gang Cinta Damai, Kelurahan Dadi Mulya, Kecamatan Samarinda Ulu yang disebut sebagai 'redaksi' itu tak ku sia-siakan.


Selain belajar menulis. Nyatanya di Samarinda Ulu itu, aku belajar banyak sekali hal. Dari Pak De Sarju, misalnya. Pensiunan PT Telkom yang juga tokoh  Ikatan Paguyuban Keluarga Tanah Jawi yang hobi naik motor gede itu, banyak memberi petuah kehidupan. 


Dari Pak Security, Pak Edi, Pak De Nasi Goreng  dan banyak lagi. Di Samarinda Ulu pula, untuk pertama kalinya, aku merasakan pagi-pagi terbangun dengan kondisi kasur dan lantai basah karena tergenang air banjir. Di sana pula, aku untuk pertama kalinya terjebak di dalam rumah selama berhari-hari, karena jalanan terendam air hingga nyaris satu meter. Belajar berbisnis kuliner, jasa hingga politik. 


Bahkan setelah menikah. Kontrakan pertama yang aku tempati juga ada di Samarinda Ulu. Menghabiskan tak kurang 5 tahun di Samarinda Ulu, membikin aku merasa bahwa di sana seperti kampung halaman keduaku. Makanya, ketika seorang yang sangat aku kenal dan percaya mengaku pengin mendedikasikan diri, mengabdi kepada masyarakat melalui jalur legislatif dari Kecamatan Samarinda Ulu, aku langsung nyerocos panjang kali lebar. 


Aku bilang pada dia, bahwa Samarinda Ulu harus diperlakukan sebagai rumah. Advokasi  terhadap masalah-masalah menahun seperti banjir, harus dilakukan dengan sangat teliti dan pakai hati. 


Aku bilang, bahwa kesejahteraan warga harus jadi prioritas. Pelayanan kesehatan tak boleh susah dijangkau. Warga Samarinda Ulu itu kreatif. Di sini, ada Bank Sampah yang sudah berjalan sejak 2014 dan terus memberdayakan masyarakat sambil tetap mengedepankan fungsi pengelolaan sampah rumah tangga. 


Ini mungkin akan terdengar agak berlebihan, jika diharap bisa diwujudkan oleh seorang anggota legislatif DPRD Kota Samarinda. Tapi, aku percaya dia yang ku panggil Bang Rifai itu bisa. Entah bagaimana caranya. Kuserahkan saja pada dia yang katanya pengin mengubah banyak hal di gedung dewan Basuki Rahmat itu. 


Aku kadang suka takut. Karena dari apa yang sering aku lihat, politik begitu kejam. Sementara kader Partai Persatuan Indonesia (Perindo) ini, tampak begitu lurus. Pilihannya hanya dua. Dia yang ikut arus, atau arus yang berhasil ia belokkan. Pikirku, mana saja yang terbaik bagi Samarinda Ulu. 


 


Setelah sekian lama tak tinggal di sana. Aku sengaja beranjangsana ke Samarinda Ulu beberapa waktu lalu. Ku sisir gang-gang yang dulu sangat aku kenal setiap batu-batu di kanan dan kiri jalannya. Walau merasa sedikit asing, lantaran wilayah ini sangat cepat bertumbuh dalam urusan pembangunan. Tapi, aku masih bisa merasakannya. Aroma kehangatan. Suara pekikan Bakpao Ayam Kota Tepian, yang berkeliling masih sama. Meski sudah banyak gerai toko retail, tapi sampah yang berserak di depan gedung Akper Pemprov Kaltim masih sama. 

Walaupun ada juga yang berubah. Pak De nasi goreng di bawah turunan Telkom sudah tak lagi berjualan. Kini, warung itu dijalankan oleh anaknya. Pak De Sarju, entah aku tak mendengar lagi kabar tentang beliau. Di luar hal-hal yang menetap dan berubah, aku hanya pengin bilang kepada warga Samarinda Ulu. Dengan atau tanpa adanya anggota legislatif yang bersumpah mengakomodir aspirasi masyarakat, Samarinda Ulu tetap akan terus maju dan berkembang. 


Tapi, andai boleh memberi kesempatan pada orang-orang lurus untuk masuk barisan dan turut berjuang. Ada nama ini. Nama yang aku sebut di atas tadi. Semoga saja, tak sulit menemukan namanya nanti. Baik di bilik suara, di ruang kerjanya, atau di acara-acara gotong royong warga. Karena sama seperti aku yang memulai banyak hal di Samarinda Ulu, ini juga langkah pertama bagi dia untuk maju. Supaya tak lupa, ingat saja, Muhammad Rifai namanya. 


Samarinda, Kamis 24 Agustus 2024

Rusdianto