Menuju Negeri Utopia -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Menuju Negeri Utopia

Redaksi Kalimantana
Minggu, 10 Mei 2020

ilustrasi (Freepik.com)
Oleh : Dodi Ahmad Fauzi,
Sastrawan asal Bandung Founder Sanggar Situseni, yang juga Kepala Sekolah Kewajaran Bersikap.

Kaum muslimin, dengan mengutif ayat Quran, sangat berharap negara kita menjadi negeri yang baldatun toyyibatun warrobbun ghofur. Orang Sunda berharap negerinya menjadi gemah ripah repeh rapih loh jinawi, dan dari berbagai sukubangsa, pasti punya padanan kata untuk menyatakan harapan akan terciptanya negeri yang adil makmur dan aman sentausa.

Namun yang masih terjadi, kita sedang menghuni negeri dengan sekian manusia yang jungkir balik dalam berpikir, sehingga tegaknya keadilan itu tampak seperti jauh panggang dari api. Gegara Pandemi Covid19, tahanan koruptor mau dilepaskan. Kalau negeri ini dipimpin oleh Kim Jong Un, atau dipimpin oleh Deng Xiao Ping, maka para kuruptor itu bukannya dibebaskan, tapi pasti ditembak mati. Inilah ironi yang sedang terjadi. Banyak negara membenci China karena pemerintahannya Atheis dengan sistem komunisme, tapi di saat covid menyerang Italia, satu-satunya negara yang mau menolong adalah China.

Kita tahu bahwa sastra itu adalah sarana pendidikan menuju manusia yang berakter ahlakul kariimah, yang berakal budi, dengan daya toleransi yang tinggi. Namun betapa menyedihkan, aktivitas sastra selelu tertinggal langkah oleh hiburan yang dangkal dan permukaan. Saya sengaja mantengi youtube, dan melihat yang marak ditonton itu channel apa saja?
1. Olahraga
2. Musik
3. Hiburan dangkal
4. Motivasi
5. How to do
...
...
21. Puisi
Padahal dalam Quran itu ada surat Assyuara (para penyair), dan mayoritas orang Indonesia bergama Islam, dan kitab suci menginspirasi kelahiran bahasa puisi, tapi kenapa tayangan puisi kalah telak?
"Itu tayangannya kurang bagus, rekaman videonya jelek. Coba beli baju yang bagus, trimpot untuk rekaman. profesionallah dikit," kata temanku.

Kacau itu saran. Aku ini tak bisa pencitraan, bahkan dalam penampilan pun.
"Coba bikin tayangan humor,,, kan ada pinter melawak," begitulah saran temanku yang lain.
"Ini kang, puisi yang sedang diminati itu Puisi Bucin," saran apa lagi ini. Ada puisi bucin.
Saya tonton puis bucin yang dimaksud... Ya ampun, itu katanya musikalisasi puisi. Padahal hanya pembacaan puisi yang mendayu-dayu, namun berkat kemajuan teknologi, akhirnya baca puisi mendayu-dayu itu seolah merdu, ya seolah-olah merdu, dengan tampilan ilustrasi yang tinggal memanfaatkan templete dari aplikasi moviemakker.

Saya tidak bergeming. Tujuan saya ber-Youtube, sebagaimana juga tujuan dulu ikut grup di email yahoo, adalah untuk turut mewarnai, walau mungkin hanya bercak kecil dalam helaian kain besar. Tentu ada keinginan bisa melakukan monetisasi, bisa menghasilkan uang dari youtube, tapi itu bukan tujuan utama, karena saya punya usaha kongkret, yaitu penerbitan buku.

Namun pada suatu hari saya menonton materi puisi yang bagus, dengan tampilam vudeonya yang bagus, juga dengan subscriber yang bagus, dan penontonnya mencapai ratusan ribu. Nah, saya ingin mendukung, para aktivis literasi bisa seperti itu, youtube-nya ramai, namun fokus pada bidang sastra, dan dengan kualitas yang bagus. Syukur-syukur kalau mereka mendapatkan monetisasi dan fulus yang gemuk.

Membayangkan negeri yang baldatun toyyibatun warrobgun ghofur pada akhirnya masih merupakan utopia, masih menjadi mimpi di siang bolong, ketika para pemikir dan kreator kurang dihargai di negeri ini. Tidakkah Anda tahu bahwa peradaban di dunia ini, selalu dibangun oleh orang-orang yang serius dan instiqomah (konsisten)?

Lampu bohlam tidak akan bisa diciptakan oleh orang yang gila-gilaan, tapi oleh orang yang gila beneran macam Thomas Alfa Edison. mereka yang 'gila' itu, adalah yang percaya pada intuisi dan imajinasinya, sehingga rela menjauh dari keramaian pasar. Mereka bukan snobis, bukan cuman ikut-ikutan, dan bukan berliterasi karena kelatahan, tapi karena kesungguhan.
Sorga hanya untuk orang yang bersungguh-sungguh dan idealis. Di saat ngantuk, ia harus bangun malam-malam lalu tahajud. Di saat miskin, tetap harus zakat fitrah, kalau bisa ditambag shodakoh. Sorga bukan untuk orang yang umroh-umrohan lalu posting foto umrohnya di sosmed. Sorga bukan untuk orang yang menghitung sendiri pahala untuknya, atas pekerjaan yang ia kira merupakan kebaikan. Ingat, bila niatnya adalah riya, maka semua pahala akan hapus.

Jika kita tidak sungguh-sungguh dalam berliterasi, apalagi hanya pencitraan, ini bisa jadi merupakan indikasi, bahwa agama yang kita jalankan selama ini jangan-jangan tidak sungguh-sungguh, dan hanya pencitraan. Cag!