Aturan Baru Kementerian Dikdasmen Paksa Guru Pikir Seribu Kali untuk jadi Kepala Sekolah -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Aturan Baru Kementerian Dikdasmen Paksa Guru Pikir Seribu Kali untuk jadi Kepala Sekolah

Redaksi Kalimantana
Rabu, 09 Juli 2025

Fathur Rachim (Kolase oleh Kalimantana)

Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Regulasi baru ini membawa sejumlah perubahan signifikan yang akan berdampak langsung pada para calon kepala sekolah, kepala sekolah yang sedang menjabat, bahkan yang telah menjabat selama lebih dari satu periode.


Teks lengkap Permendikdasmen tersebut dapat diunduh melalui portal JDIH Kemendikdasmen atau klik DI SINI. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah implikasi penting yang menyertainya, terutama bagi pemerintah daerah dan para pendidik yang tengah atau akan meniti karier sebagai kepala sekolah.


Tidak Bisa Lagi “Asal Tunjuk”


Pascadiberlakukannya peraturan ini, pengangkatan kepala sekolah harus melalui mekanisme dan prosedur yang sah. Pengangkatan yang tidak sesuai prosedur berisiko menghambat proses sertifikasi, bahkan dapat berujung pada pembatalan penugasan. Pemerintah daerah tidak bisa lagi menugaskan guru secara sembarangan hanya karena alasan mendesak atau pertimbangan non-teknis. Pelanggaran terhadap ketentuan formal dapat berdampak serius bagi karier guru yang ditunjuk.



Evaluasi dan Penyegaran Kepemimpinan


Peraturan ini juga membuka jalan bagi evaluasi dan penyegaran di sekolah-sekolah, khususnya yang dipimpin oleh kepala sekolah yang telah menjabat lebih dari dua periode atau telah melewati batas usia penugasan.


Dalam regulasi sebelumnya, masa jabatan kepala sekolah maksimal 12 tahun di satuan pendidikan yang sama. Namun dalam aturan baru ini, masa jabatan dibatasi maksimal 8 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan selama 4 tahun, jika memiliki kinerja “Sangat Baik” selama dua tahun berturut-turut.


Implikasinya, cukup banyak kepala sekolah saat ini yang berpotensi “parkir” atau harus kembali mengajar sebagai guru.



Strategi Karier: Waspadai "Post Power Syndrome"


Bagi guru yang bercita-cita menjadi kepala sekolah, perlu mempertimbangkan usia ideal saat penugasan pertama. Usia yang disarankan adalah sekitar 52 tahun, agar setelah dua periode menjabat, dapat langsung memasuki masa pensiun. Alternatif lainnya adalah memulai pada usia 48 tahun, dengan catatan memiliki kinerja luar biasa di akhir masa jabatan, karena masih akan tersisa sekitar empat tahun sebelum masa pensiun.


Namun, tak bisa dimungkiri, banyak kepala sekolah yang akan menghadapi “Post Power Syndrome”, terutama mereka yang masih muda dan harus kembali mengajar padahal belum mendekati usia pensiun. Bisa dibayangkan, setelah delapan tahun lebih tidak mengajar di kelas, tiba-tiba harus kembali menjadi guru?


Perlu Masa Transisi dan Pembekalan


Oleh karena itu, dibutuhkan pelatihan khusus bagi para kepala sekolah yang akan kembali menjadi guru, termasuk program matrikulasi terhadap empat kompetensi guru. Sebagai bentuk transisi, ada baiknya menjelang akhir masa jabatan, kepala sekolah sudah memiliki jam mengajar minimal 2 jam pelajaran per minggu. Ini akan membantu mereka tetap terhubung dengan proses pembelajaran dan memudahkan saat kembali ke peran semula sebagai guru.


Pemimpin Harus Punya Target


Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Maka dari itu, setiap kepala sekolah sebaiknya memiliki target dan visi yang jelas. Dalam satu periode kepemimpinan, harus ada perubahan nyata dan terobosan yang membawa kemajuan. Terlalu lama berada di posisi yang sama tanpa inovasi hanya akan menjadikan sekolah stagnan.


Namun, jika Anda seorang pemimpin yang inovatif, visioner, dan revolusioner, teruslah bermimpi dan wujudkan visi Anda!


Salam hormat untuk para kepala sekolah di seluruh Indonesia. Tetap semangat, karena pada hakikatnya, kepala sekolah tetaplah seorang guru.

__________________________________________________

Ulasan ini, ditulis oleh Fathur Rachim, seorang praktisi pendidikan di Kalimantan Timur yang juga Ketua Umum sekaligus Founder Himpunan Pendidik Penggerak (HIPPER) 4.0.