|
Foto oleh Freepik.com |
Meskipun World Trade Organization (WTO) memasukkan Indonesia sebagai negara maju, namun, berdasarkan Human Development Index yang disusun Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), Indonesia masuk dalam jajaran negara dengan kategori berkembang. Hal ini, didasarkan kepada Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia, yang pada 2020 adalah 1,06 triliun dollar AS (Rp 15,73 kuadriliun).
Adapun PDB per kapita Indonesia pada 2020 adalah 3.869 dollar AS (Rp 57,43 juta) dengan populasi 273,52 juta penduduk.
Berdasarkan standar Bank Dunia (World Bank) negara yang memiliki pendapatan per kapita antara US$976 per tahun dan US$3.855 per tahun masuk sebagai negara pendapatan menengah bawah.
Selain itu, HDI Indonesia pada 2019 adalah 0,718. HDI adalah pengukur untuk menilai tingkat pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara.
Kategori yang dinilai di HDI adalah usia harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan.
Sebagai negara dunia ketiga atau yang bisa disebut juga dengan negara berkembang, Indonesia sedang merasakan pembangunan besar-besaran dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir ini.Sementara program pemerataan pembangunan di daerah oleh pemerintah harus secepatnya dilaksanakan demi keadilan seluruh warga negara.Untuk setiap proyek nasional yang dijalankan pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, Food Estate, ekstraksi mineral, dan lain semacamnya pasti memerlukan lahan yang luas.
Sedangkan lahan tersedia yang kita punya sudah pasti terbatas, maka dari itu pembangunan negara akan selamanya berkonflik dengan kepentingan konservasi lingkungan.
Mengambil data dari globalforestwatch.org wilayah hutan primer di Indonesia yang hilang karena deforestasi untuk berbagai kepentingan pembangunan seperti perkebunan kelapa sawit, infrastruktur dan pemukiman mencapai angka yang memprihatinkan dan pernah mencapai puncaknya di tahun 2016.
"Tampaknya, kita semua perlu merenungkan kembali apakah pemerintahan yang sekarang sudah melaksanakan pembangunan dan konservasi terhadap lingkungan secara ideal? Tentu saja permasalahan ini bisa dijawab tanpa harus berpikir bahwa pilihannya bersifat biner."
Eksploitasi sumber daya alam dan program hilirisasinya serta pembangunan infrastruktur penunjangnya yang dijalankan secara ugal-ugalan, tanpa adanya memperhatikan AMDAL ataupun tanpa mempertimbangkan pendapat ahli hanya akan menimbulkan bencana dan kerusakan pada alam.
Ujung-ujungnya siapa yang kembali dirugikan? Masyarakat kelas bawah yang memiliki proteksi paling rendah terhadap kerusakan tersebut adalah pihak yang rentan (π·πΆππ―π¦π³π’π£ππ¦ π’π€π΅π°π³) dalam kasus ini.
Kalau ditanya mana yang lebih penting, lingkungan atau pembangunan? Dan hanya boleh pilih salah satu, maka jawabannya "yang bener aja, rugi dong!"
_____________________________________________
Ulasan ditulis oleh M. Nafis Athallah Sobat Kalimantana, yang mengirim tulisan ke email Kalimantana.