Untuk Vaga, Aku Ingin Abadi -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Untuk Vaga, Aku Ingin Abadi

Rusdi Al Irsyad
Jumat, 05 November 2021

Svarga Rabyand Irsyad (Koleksi Rusdi)

Walaupun banyak hal di dunia ini yang serba tidak pasti. Tapi sedikit di antara yang pasti itu adalah kematian. Sayangnya, kita tidak pernah bisa menebak, memprediksi atau menerka, bahkan sekadar untuk mengetahui cirinya. Hari ini, sejak siang di Kamis 4 November 2021, penduduk Bumi di wilayah Indonesia sedang diberi pelajaran paling berharga. Tuhan barangkali ingin memberi tahu kita semua, bahwa kuasa itu benar-benar adalah hak prerogatif-Nya.


Tuhan pilih nama yang dikenal banyak orang, sebagai contoh. Terlepas dari takdir yang sudah digariskan-Nya, we need to learn our lesson. Sebagai orang yang juga punya anak di usia muda, berjibaku dengan kenyataan hidup yang (ukuran berat-ringannya tidak boleh diperbandingkan) rasanya berat ini, akhirnya saya punya kekhawatiran yang sama. Yakni, memastikan anak kita, punya jaminan akan masa depannya jika kelak, kita tak lagi bisa berada di sisi mereka. 


Tapi sayangnya,kesadaran ini juga muncul, seiring dengan lahirnya pengakuan akan peliknya menemukan cara memenangkan kunci kebahagiaan dalam hidup, yang kadang kita batasi sendiri dengan alat ukur yang sangat materil berupa; harta dan tahta. Maka bagi saya, cara satu-satunya untuk tetap bisa menjaga dan memastikan kebahagiaan yang disandarkan tidak hanya kepada nilai-nilai materil adalah dengan tetap ada di bumi. Mempertahankan eksistensi tak sekadar pada tataran literasi dan suksesi semu; ilmu yang bermanfaat atau legacy. 


Lebih konkret dari itu, saya ingin hidup selamanya. Ya, untuk Vaga anak saya. Saya ingin abadi. Gagasan ini mungkin terlalu mengada-ada bagi anda. Tapi kalau anda menertawakan saya hari ini. Mustinya anda juga harus menertawakan orang-orang sebelum saya. Anda pasti bisa maklum, ketika melihat banyaknya jejak digital yang menunjukkan rekaman pesan dari pesohor yang berpulang dengan cara mendadak hari ini untuk anaknya. Anda pasti mbrebes bukan? Lalu apa bedanya dengan saya. Daripada kemudian saya menjadi penyebab butiran bening itu lolos dari kelopak anda seperti hari ini. Maka lebih baik menjadi abadi. 


Biarkan saya bercerita tentang kegelisahan yang sama, tapi berasal dari masa yang berjarak ratusan tahun yang lalu. 


Juan Ponce de Leon, barangkali menjadi orang yang amat paham. Bagaimana kegelisahan Fernando el Catolico atau Raja Ferdinand II, penguasa Spanyol. Jelang tahun 1.500, penguasa yang dikenal sebagai Raja Katolik adalah sosok yang terbilang berhasil menyatukan dan ekspansi kekuasaan kekaisarannya, bahkan hingga ke selatan Italia. Tapi tentu saja, semua itu tidak diraih sembari tidur atau bertopang kaki. 


Ferdinand muda sejak awal memang petarung. Bahkan pernikahannya dengan Putri Isabella dari Kastilia di Valladolid juga bermotif transaksi kekuasaan, walaupun sejatinya sang raja amat mencintai Isabella. Setelah ayahnya John II mangkat, dan ia naik takhta di Aragon. Seolah membuka jalan bagi pertarungannya secara lebih luas. 


Kebijakan melarang semua agama kecuali Katolik Roma, juga membawa Ferdinand pada pendirian Inkuisisi Spanyol pada 1478, hingga pengusiran etnis Yahudi beberapa dekade kemudian. Pada periode itu, ia juga memulai kampanye untuk penaklukan Granada, hingga ia berhasil menundukkannya pada 2 Januari 1492. Serangkaian peristiwa itu menjadi amat penting, karena penaklukan Granada disebut-sebut juga merupakan uapaya Ferdinand, untuk ikut dalam pendanaan proyek penjelajahan dunia baru oleh pelaut Christoffa Corombo atau yang lebih kita kenal dengan Crishtoper Colombus, si (ngakunya) penemu Benua Amerika.


Hanya berselang 9 bulan setelah penaklukan Granada pada Januari 1492, Colombus tiba di tanah bebas (Benua Amerika) pada 12 Oktober 1492, setelah berhasil menyebrangi Samudera Atlantik. Perjalanan itu, didanai Ratu Isabella, tak lain permaisuri dari Raja Ferdinand. Juan Ponce de Leon adalah pelaut andal kepercayaan Ferdinand. Ia diriwayatkan ikut, dalam perjalanan Colombus itu. 


Tapi sebenarnya, Ponce de Leon diberi misi khusus oleh sang raja. Keikutsertaan Ponce de Leon dalam penjelajahan tersebut, sejatinya demi mencari sesuatu yang amat diinginkan Raja Ferdinand. Bukan sekadar uang, emas apalagi kekuasaan. Raja Ferdinand, punya ketaktutan akan kematian. Sebuah kegelisahan yang sangat manusiawi sebenarnya. Di mana satu di antara solusi yang paling mungkin dilakukan selain menjauh dari serangan musuh, adalah dengan menjadi abadi. Pada masa itu, bercita-cita jadi abadi bukan hal yang aneh, apalagi untuk seorang raja. Lalu anda masih ingin menertawakan saya?


Fountain of Eternal Youth alias mata air keabadian, adalah sesuatu yang dicari Ferdinand. Ia, mengetahui keberadaan mata air ini dari kitab-kitab tua yang dibacanya. Pencarian bersama Colombus pada pemberangkatan pertama itu, tak berbuah hasil. Hingga pada 1512, Ponce de Leon kembali ditugaskan memburu mata air ajaib itu. Dengan persiapan matang, dan perbekalan serta para pelaut andal Ferdinand kembali mengutus Ponce de Leon mengambilkan mata air itu pada 1513. 


Ponce bergerak menuju Pulau Bimini di timur Miami, sekarang Negara Bagian Florida Amerika Serikat. Hasilnya nihil. Yang ada, ia harus bersusah payah menyaru dengan berpura-pura berburu emas agar misi sebenarnya tak diketahui. Entah karena takut diketahui rakyatnya, atau khawatir dibully netizen. Pencarian terus dilakukan, hingga kondisi sang raja mulai memburuk pada 1513. Ponce diberi kepercayaan sedimikian rupa. Bahkan, ia yang bahkan kurang diketahui asal-usul orang tuanya itu, sempat diberi jabatan sebagai Gubernur Puerto Rico. Sebuah provinsi seberang laut di bawah Kerajaan Spanyol kala itu. 


Pencarian belum benar-benar dihentikan. Walaupun pada akhir 1516, sang raja akhirnya menemui ajalnya. Perjuangan Ponce de Leon terus dilakukan. Kisahnya diceritakan berulangkali. Termasuk oleh Almarhum Bapak saya, ketika menceritakan tentang Nabi Khidir. Pada 1521, Ponce meregang nyawa, di sebuah mata air kawasan Florida oleh karena tikaman anak panah penduduk Suku Indian. 


Pencarian letak Mata Air Keabadian tidak hanya dilakukan Ponce de Leon. Pada bagian Bumi yang lain, ada Raja Dzulkarnain yang namanya diabadikan dalam Al Quran, sebagai sosok pemimpin yang bijak dan disegani. Saking diseganinya, Raja Dzulkarnain dapat berbicara dengan malaikat yang mendampinginya, bernama Rof'il. Suatu ketika, Dzulkarnain berpikir untuk bisa hidup selamanya di dunia. Maka bertanyalah ia, kepada Rof'il. Dengan pengetahuan yang dimilikinya, Rof'il memberitahu raja Dzulkarnain, bahwa di Bumi ini, terdapat satu mata air yang jika diminum airnya walau seteguk, akan membuat sesiapa peminumnya menjadi abadi.


Mata air itu, disebut dengan Ainul Hayat. Maka berangkatlah Dzulkarnain, bersama para pengawal terbaiknya menuju tempat yang diberitahu oleh Rof'il. Konon, lokasi dimaksud berada di kawasan Segitiga Bermuda. Sesampianya di lokasi dimaksud, raja dan pengawal menyebar demi menemukan titik Ainul Hayat. Tapi, tak mudah bagi pengawal hingga raja menemukannya. Sampai salah satu pengawal Dzulkarnain mendapat bisikan untuk menuju ke arah tertentu. Menuruti bisikan itu, si pengawal akhirnya terpisah jauh dari rombongan. Tapi ternyata, ia diantar pada lokasi yang benar.


Maka si pengawal tadi meminum dan bahkan mandi, pada setiap air di Ainul Hayat. Dan pengawal yang beruntung itu, diketahui adalah Nabi Khidir alaihi salam (as). Seperti mafhum kita ketahui, Nabi Khidir adalah manusia yang masih diberikan umur panjang. Apakah itu lantaran Ainul Hayat, ayau sebab-sebab lain karena kuasa Allah SWT? Itu adalah misteri berikutnya. 


Hingga kini, pencarian terhadap Ainul Hayat diduga masih terus dilakukan. Utamanya, secara rahasia. Kalau saja, Allah memberi saya sumberdaya seperti halnya Raja Ferdinand atau Raja Dzulkarnain, pasti saya juga akan melakukan hal yang sama. Alasannya jelas, untuk Vaga anak saya. Saya ingin hidup selamanya. Tentu jika Allah mengizinkan. 



Rusdi

Samarinda, 5 November 2021


Catatan : 

1. Vaga, panggilan untuk Svarga Rabyand Irsyad  anak laki-laki saya yang kini berusia 3 tahun.

2. Sumber cerita Juan Ponce de Leon dan Raja Ferdinand II saya terjemahkan dan saya sarikan dari situs Britanica.com.

3. Sumber cerita Ainul Hayat, diambil dari ingatan-ingatan saya atas cerita-cerita Bapak saya Almarhum Muhammad Soleh alias Prayitno bin Hasan Wirja alias Mbah Ketib (Almarhum).