Kalau Faktanya Ada Bule yang Makan Nasi, Apa Kita Masih Perlu Menyalahkan Jokowi? -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Kalau Faktanya Ada Bule yang Makan Nasi, Apa Kita Masih Perlu Menyalahkan Jokowi?

Rusdi Al Irsyad
Selasa, 16 November 2021

 

Foto : Freepik.com

Diperlukan penguasaan ilmu pada level tertentu, untuk seorang manusia bisa punya sesuatu yang disebut; kesadaran.


Banyak dari kita, bahkan lebih dari separuh populasi yang belum atau bahkan tidak sampai level itu. Makanya, tidak heran kalau banyak yang suka menyalahkan orang lain. 


Seperti yang terjadi, dan barangkali sering terjadi kepada Pak Jokowi. Saya tentu tidak sedang ingin bilang, bahwa begawan seperti beliau tidak punya kesadaran. Saya ingin katakan, bahwa Jokowi adalah satu dari sedikit nama yang kerap kali, jadi sasaran jumlah besar dari populasi tadi itu. 


Membicarakan bagaimana kita bersikap dan membawa diri, sejatinya adalah ciri manusia yang telah merdeka. Di mana biasanya, mereka sudah punya kesadaran akan kesetaraan sesama makhluk berkaki dua. 


Ajakan untuk tidak lagi terjebak budaya menunduk-nunduk pada ras lain yang dianggap duduk pada tataran lebih tinggi, adalah kesadaran yang adigang - adigung adiguna. 


Jokowi, sudah sampai di sana. Jumeneng ing sasmita. Lalu, untuk apakah lagi kita kemudian memperdebatkan fakta bahwa ada manusia dari ras Kaukasian yang lebih sering makan kentang atau gandum? 


Hanya karena Jokowi mengambil idiom 'sama-sama makan nasi' lalu kita jadi sok tahu dan bilang 'biasanya bule makan kentang atau gandum'. Ini kan sama saja seperti menuduh bahwa petani takut hujan dengan perkataan 'biasanya petani tidak menanam padi saat hujan'.


Kalimat-kalimat itu nyata adanya sangat gegabah dan menunjukkan kurang luasnya pandangan mata. Apa iya, kita bisa menjamin bahwa benar-benar tidak ada petani yang makan nasi. Eh gimana sih. 


Apa iya, kita sedemikian yakin bahwa benar-benar tidak ada bule yang menanam padi saat hujan? Lah gimana sih ini?


Rusdi 

Samarinda, 16 November 2021