Fakta Hayalan dan Mobilisasi Massa -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Fakta Hayalan dan Mobilisasi Massa

Rusdi Al Irsyad
Minggu, 21 Januari 2024

Ilustrasi aja ini, Wal.

Sejak pertama kali diterbitkan pada 1976, The 12th Planet sudah mendapat tak sekadar kritik. Cemooh juga disandangkan kepada Zecharia Sitchin. Karya-karyanya dalam The Earth Cronicles terus mendapat tatapan sinis para ilmuwan, yang membawa Zecharia pada sebuah julukan yang cukup menggangu; pseudo sains.


Sitchin menyelesaikan studinya pada bidang ekonomi. Sebelum pindah ke New York dekade 50-an, ia adalah jurnalis dan editor surat kabar di Israel. Latar belakangnya ini, di  kemudian hari memperkuat tuduhan bahwa, kemampuan memahami bahkan membaca naskah yang ada pada tablet peninggalan bangsa Sumeria Kuno, demikian diragukan.

Padahal, dari naskah-naskah di tablet tanah itu-lah, Sitchin merumuskan (bisa juga; menyocokkan secara sepihak) teori tentang muasal manusia, yang berasal dari rekayasa genetika oleh para pendatang (alien) dari Planet Nibiru.

Kekhawatiran orang-orang berlatar sejarawan dan ilmuwan adalah, Sitchin salah memahami bahasa sastra pada tablet yang datang dari 350-50 Sebelum Masehi (SM). Apalagi, bahasan mengenai sosok Annunaki. Alien yang kerap disebut dewa dari Bangsa Sumeria Kuno.

Perbincangan terkait Annunaki menjadi kian tabu, karena sudah hampir pasti. Arah pembicaraan akan menuju kepada kesimpulan bahwa teori asal usul manusia yang berasal dari Adam dan Eve (Hawa) yang selama ini didoktrinasi oleh agama-agama samawi, adalah sebuah kesalahan.

Kita pasti belum lupa, pada 2007, sebuah film Hollywood yang berjudul Annunaki yang sudah siap edar, dicekal sedemikian rupa hingga benar-benar gagal bercerita kepada publik. Sebagai bocah Kalimantan Timur yang amat bersyukur diberi kebebasan untuk berpikir oleh orang tua, aku merasa bahwa otoritas atau entitas apapun di balik pelarangan produk 'showbiz' itu bertindak berlebihan.

Sekuat atau sebesar apapun narasi yang berpangkal pada antitesa teori agama, rasanya tak akan pernah bisa menggoyang eksistensi agama itu sendiri.

Pada akhirnya, terlepas dari melesetnya terjemahan atau pemahaman Sitchin tentang narasi beraksara paku dalam tablet Sumeria, aku merasa bahwa ia adalah seorang martir. Ia yakin sekali dengan teorinya, bahwa itu benar. Membiarkannya seperti itu, adalah pelaksanaan hak asasi  manusia.

Hari-hari ini, ketika segala tata aturan demikian membelenggu kebebasan bahkan sekadar untuk berpendapat, juga berpikir, sebaik-baik tindakan adalah dengan tidak menyaringkan volume suaramu. Terutama ketika itu akan dianggap bertentangan dengan kepentingan entitas yang seringkali mayoritas.

Nasihat ini, aku pakai untuk diri sendiri ketika mendapati aksi-aksi yang saat melihatnya dalam hati akan teriak nyaring sekali; Lho, ini salah. Curang ini. Melanggar etik dan aturan.

Ini adalah tentang pesta besar yang akan berlangsung sebentar lagi. Hiruk pikuk untuk pertaruhan 14 Februari 2024, makin terasa padat dan rapat.

Di sela waktu begini, kita bisa dengan mudah melihat martir-martir. Di kota, di ibu kota. Mereka tidak sedang menyelami naskah kuno. Puzzle yang dikumpulkan justru datang dari rekaman-rekaman pembicaraan. Dari kantor kelurahan, rumah ketua RT hingga ceramah orang-orang besar berwajah ramah di gedung-gedung mewah.

Penggunaan fasilitas umum untuk mobilisasi dukungan terhadap diri sendiri, kerabat hingga krani adalah hal yang hendak dibuktikan. Tapi sebagaimana Sitchin, martir-martir menghadapi tantangan dari entitas yang sudah lebih dulu eksis dan barangkali hendak terus melanggengkannya.

Terlepas dari kungkungan narasi-narasi ilmuwan NASA juga ahli filsafat Bible, jutaan eksemplar buku karya Zecharia Sitchin yang total ada 7 buku itu, terus terjual. Serupa dengan diskusi-diskusi di kolom-kolom komentar unggahan tentang mobilisasi dukungan yang dilakukan pemegang jabatan publik yang difasilitasi rakyat terus bergulir.

Ia tak hanya muncul, tapi menyeruak ke permukaan. Bupati, Wali Kota, Gubernur, Menteri hingga Kepala Negara, ada semua bukti-buktinya. Bahkan, aku sendiri sudah menyaksikannya langsung. Tapi, seberapapun masifnya topik ini diperbincangkan. Ini hanya akan berakhir seperti teori Sitchin tentang Annunaki dan asal mula manusia.

Bisa saja, kita semua yang bicara atau para martir-martir yang menuliskannya itu, akan dianggap sebagai pseudo fact. Alias fakta hayalan. Setidaknya baik Sitchin atau para martir-martir itu sudah berusaha. Teruslah membaca dan berbicara, walau pelan-pelan saja.

Samarinda, 21 Januari 2024

Rusdianto