Menantang Karl Marx -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Menantang Karl Marx

Rusdi Al Irsyad
Senin, 13 Maret 2023


Muhammad Al Fatih, Jurnalis dan Penulis mengatakan, buku yang berkualitas dapat diukur dari diskursus yang ditimbulkan. Aula Dinas Perpustakaan Kota Samarinda, Kamis 9 Maret 2023 (©Muhammad Sarip)


Muhammad Al Fatih, adalah pemuda yang penuh energi pada Kamis awal Maret 2023. Ia menampilkan gambar digital sampul buku Das Kapital. Ia berdiri di depan puluhan orang yang terdiri dari pegawai negara, penulis, barangkali pemikir, guru, sastrawan hingga wartawan. Itu adalah siang yang cukup menggembirakan. Karena aku ada di sana juga. Memandu sebuah diskusi dari diskursus perihal buku dan kepenulisan. Tempatnya juga terasa begitu pas. Aula Perpustakaan Kota Pusat Peradaban. Fatih baru saja kuberi pertanyaan. Mengenai bagaimana pengalaman dia, sebagai yang pernah menulis sebuah buku dan terbitan zine secara swadaya.


Konteksnya adalah, apakah benar bahwa penomeran dan identitas buku melalui sesuatu yang diakronimkan dengan ISBN juga bisa mengukur kualitas isi berikut gagasan yang disampaikan dalam sebuah buku?

Andai itu adegan kartun. Fatih pasti melotot. Ia menolak. Menurut dia, kualitas buku, dapat diukur salah satunya dengan besar kecil atau banyak sedikitnya diskusi yang berhasil dipantik. Maka sekonyong-konyong. Fatih memberi contoh konkret buku Das Kapital. Buku yang ditulis Karl Marx, seorang filsuf, sosiolog, dan ekonom Jerman abad ke-19, yang menurut Fatih sudah memengaruhi banyak manusia dari zaman ke zaman, dibicarakan secara simultan hingga sekarang, tapi nyatanya tidak ber-ISBN. Jika kalimat terakhir tadi dirangkai dengan sistematika penulisan jokes. Ini adalah sebuah lelucon yang demikian lucunya. 


Kenapa? Ya karena logika kita diuji oleh Fatih. Membandingkan buku yang ditulis barangkali 200an tahun lalu, dengan sistem penomoran yang dipakai hari-hari belakangan. Tapi tentu, aku tidak pengin tertawa terlalu lama. Aku menyimak saja, bagaimana Fatih membeber dan terus saja memuji gagasan kominis yang dibawa Marx. Selagi seusianya. Aku juga sama. Siapa yang tidak merasa keren, kalau bisa membaca apalagi memahami Das Kapital?

Tapi rasanya, setelah beberapa waktu. Aku pengin mencoba menantang logika berpikir ke-kirian yang diajukan Karl Marx itu. Bukan untuk menjadi lebih keren dari Fatih. Tapi agar kita merasa adil saja.


Begini. Aku seringkali penasaran, sejatinya apakah kita benar-benar memahami pemikiran Marx dengan baik? Adakah kita benar-benar memahami apa yang ia maksudkan ketika ia berkata bahwa "Sejarah selalu berulang, pertama kali sebagai tragedi, kedua kali sebagai farsa."? Apakah kita benar-benar memahami kritiknya terhadap kapitalisme ketika ia berkata bahwa "Modalisme membentuk dan menguasai seluruh alam semesta yang terhampar di sekitarnya"?


Banyak orang bisa jadi hanya memahami pandangan Marx secara dangkal, hanya melihat permukaannya saja tanpa benar-benar menggali lebih dalam tentang pemikiran dan konsepnya. Namun, untuk dapat menantang Marx dengan baik, kita perlu memahami dengan baik apa yang ia maksudkan.


Mengutip ucapan Friedrich Nietzsche, "Kita harus memahami bahwa orang yang tidak mempelajari filsafat yang berbeda-beda, hidupnya sama dengan orang yang hanya membaca satu halaman dalam sebuah buku."

Dalam hal ini, kita perlu mempelajari lebih banyak tentang pandangan Marx dan bagaimana ia memandang dunia. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang konsepnya, kita dapat menantang pandangannya dan bahkan mengembangkannya lebih jauh.


Sebagai contoh, kita dapat menggali lebih dalam tentang konsep alienasi Marx dalam produksi. Ia berpendapat bahwa pekerja tidak memiliki kontrol atas apa yang mereka hasilkan dan bagaimana mereka melakukannya, yang mengarah pada rasa tidak berdaya dan ketidakpuasan. Namun, kita dapat menantang pandangan ini dengan mempertanyakan apakah konsep alienasi ini masih relevan dalam dunia kerja yang lebih modern dan teknologi yang lebih maju.


Seperti kata Jean-Paul Sartre, "Kita tidak pernah dapat mengetahui persis apa yang kita inginkan dalam hidup, tetapi kita selalu dapat mengembangkan dan menemukan keinginan kita dalam hidup."

Seperti kebanyakan pemuja Marx. Siang itu, Fatih juga secara tersirat memvalidasi pengaruh "Manifesto" kepada konstelasi dunia saat ini. Perihal hari libur, jam kerja kesetaraan dan lainnya adalah hal-hal konkret yang disebut Fatih. Tapi, aku jadi ingat ungkapan Arthur Schopenhauer, yang mengatakan, "Hidup adalah pengorbanan, bukan kesenangan." Dalam konteks teori Marx tentang "buruh sebagai kelas yang tertindas", kita bisa bertanya, apakah kehidupan buruh sebenarnya hanya tentang penderitaan dan pengorbanan? Bukankah mereka juga bisa menemukan kesenangan dan kebahagiaan di kehidupan mereka? 

Meskipun kita harus mengakui bahwa banyak buruh di seluruh dunia menghadapi kondisi yang sangat buruk dan perlu diperjuangkan, gagasan bahwa kehidupan mereka hanya tentang penderitaan mungkin terlalu pesimis.

Lalu, kita juga harus mempertimbangkan skeptisisme. Aku, sebagai jurnalis menelan itu dan mengunyahnya bertahun-tahun sebagai modal utama dalam bekerja. Friedrich Nietzsche, bahkan bilang; "Tidak ada kebenaran, hanya interpretasi." Apakah ini berarti bahwa semua teori dan konsep Marx tentang kelas dan ekonomi hanyalah interpretasi subjektif, dan tidak ada kebenaran absolut di baliknya? Tentu saja, ini bisa menjadi argumen yang kuat untuk menantang teori Marx yang mendasarkan semua analisisnya pada konsep kelas sosial. Namun, kita juga harus mempertimbangkan bahwa interpretasi itu sendiri memiliki nilai dan dapat membantu kita memahami dunia dengan cara yang lebih baik.


Akhirnya, barangkali kita musti sepakat dengan Michel Foucault, yang mengatakan bahwa "Kekuasaan bukanlah sesuatu yang dimiliki, dibagikan atau diperoleh, tetapi sesuatu yang diproduksi dan direproduksi terus-menerus." Dalam konteks karya Marx tentang kapitalisme, di mana kekuatan ekonomi terpusat pada tangan pemilik modal, kita bisa bertanya, apakah kekuasaan benar-benar seperti itu? Bukankah kekuasaan juga dapat diproduksi dan direproduksi oleh semua orang, terlepas dari status sosial atau ekonomi mereka? Ini bisa menjadi tantangan yang menarik terhadap teori Marx tentang kelas sosial dan ekonomi.

Sementara, aku memang harus bilang bahwa Karl Marx telah memberikan kontribusi besar bagi pemikiran sosialis, teorinya tidak bisa diterima begitu saja tanpa kritik dan tantangan. Selain itu, ulasan tentang dia yang dikemas menjadi budaya pop, pasti sangat menarik buat pemuda-pemuda seperti Fatih. Atau jangan-jangan kamu juga?

Samarinda, Senin 13 Maret 2023.

Rusdianto