Jogja Memang Istimewa, Bahkan untuk Orang Kalimantan Sekalipun -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Jogja Memang Istimewa, Bahkan untuk Orang Kalimantan Sekalipun

Redaksi Kalimantana
Kamis, 22 Desember 2022

(Instagram : @jogja.istimewa)

 Status istimewa yang dipunya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tepatnya, di pasal 18 dokumen paling penting di republik ini. Nggak cuma itu, Putusan Mahkamah Agung tentang UU nomor 23 tahun 2004 juga menyebutkan, bahwa status istimewa disematkan ke daerah yang upah minimum-nya sering bikin orang terharu itu, karena faktor sejarah.

Kurang valid apa lagi coba? Tapi, sebagai orang yang lahir hidup dan besar di Kalimantan, saya sering mikir. Apa sih hebatnya provinsi satu ini dibanding Kalimantan Timur tempat tinggal saya?

Dari segi ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat

Perekonomian Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Tahun 2021 berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp695,16 triliun. Sementara DI Yogyakarta (DIY) pada indeks dan tahun yang sama, mencatatkan angka Rp149,37 triliun. Sebenarnya ini bisa dipahami, karena luas wilayah DIY dan Kaltim juga bagai langit dan bumi bedanya.


Tapi sekali lagi, saya kadang ya tetap ada rasa meri (iri)-nya walau hanya sebesar biji sawi. Perasaan ini juga yang mendorong saya untuk membuktikan langsung, bagaimana sih suasana kota asal Band Sheila on 7 itu. Dan setelah beberapa kali mengunjungi Jogja berikut tempat-tempat ikoniknya, saya harus mengakui bahwa memang daerah ini istimewa.


Saya tentu tidak perlu bersusah payah menceritakan riil bagaimana kaki saya bersentuhan dengan tanah di Ngayogyakarta dong? Karena, orang Indonesia mana yang belum pernah ke sana? Kalaupun tidak secara fisik, paling tidak pernah melihatnya jadi setting FTV.


Barangkali, perasaan macam  ini juga yang membawa seumlah orang dari dua lembaga paling penting di pemerintahan salah satu daerah di Kaltim, hingga rela jauh-jauh memindahkan agenda rapat ke Yogyakarta. Kabarnya, ada belasan orang yang rela tidur dan bermalam di kota dengan penganan khas Gudeg itu. Saya bisa membayangkan bagaimana suasana batin bapak-bapak pejabat itu. Pasti lelah sekali, bekerja dan rapat membahas hal-hil maha penting dan yang jelas, istimewa. Bagaimana mungkin tidak istimewa, ha wong rapatnya saja di daerah yang istimewa?


Saya hanya pengin memberi saran saja. Urusan orang-orang yang jadi cerewet di grup-grup WhatsApp dan postingan Facebook karena melihat dokumentasi kegiatan rapat yang diselingi pemberian kue ulangtahun untuk salah satu bapak pejabat, itu nggak usah terlalu dipikirkan ya, Pak.


Menurut saya, mereka hanya belum tahu saja seberapa penting hal yang jadi pembahasan bapak-bapak, sampai harus dibawa ke daerah istimewa. Tenang saja, Pak. Kan banyak media mainstream yang mempublikasikan agenda rapat istimewa ini, berikut foto penyerahan kuenya. Ya, kalau bukan sebagai bentuk pertanggung jawaban, lalu itu apa namanya? Ah memang orang sekarang ini cerewet-cerewet sekali ya, Pak?


Saya pikir ini bukan melulu tentang melaksanakan rapat penting. Lebih dari itu, ini adalah upaya sekelompok manusia Indonesia untuk bisa merasakan ke-istimewaan Yogyakarta. Sesuatu yang tidak didapat dengan mudah dan murah. Mungkin di Kaltim ada banyak ruang rapat, hall, ballroom hotel, dan lainnya yang bisa saja digunakan untuk menggelar rapat. Tapi apakah itu istimewa? Belum tentu.


Apalagi ini bulan Oktober. Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saja sudah beberapa kali mengingatkan, bahwa selama bulan ini cuaca ekstrem akan melanda sebagian besar wilayah Kaltim. Ya memang, tidak ada yang bilang cuaca di Yogya atau daerah lain di Indonesia akan lebih bersahabat, tapi tetap saja. Yogya itu daerah istimewa.


Selain itu, menggelar rapat di tengah serbuan berita dan kabar jalanan protokol di kota hingga sawah di pedesaan terendam banjir kan bisa bikin kurang fokus. Makanya, saya memahami betul psikologis bapak-bapak yang punya siasat mulia ini untuk tidak menggelar rapat di daerah yang biasa saja, lalu  memindahkannya ke daerah istimewa.


Saran saya berikutnya, mudah-mudahan bapak-bapak itu tidak sampai melupakan hal-hal manusiawi ketika sedang berada di Yogyakarta. Yaitu, pergi ke Malioboro dan beli batik. Ya masa cuma memikirkan rapat saja, Pak? Tidak beli oleh-oleh?


Oiya, waktu itu lewat status di WhatsApp, saya titip beli Gudeg loh, Pak? Kira-kira dibaca dibelikan enggak ya? Kan sudah 2 pekan lalu.Kalau sudah begini, saya jadi makin yakin bahwa Yogyakarta memang istimewa. Bukan Cuma untuk warga di sana, tapi juga untuk orang Kalimantan, sekalipun. Kenapa? Entahlah. Mungkin bener kata Adhitya Sofyan, ada sesuatu Jogja.